"kamu kenapa yang?" tanya Galih
bingung.
Hasna tersenyum tapi sedikit di paksakan, "aku gapapa Mas"
"jangan bohong Hasna" telusuk Galih kepada istrinya.
Hasna terdiam,
"Hasna.. " Galih semakin penasaran
Hasna menunduk, pelan Ia mulai terisak.
"Hasna, kamu kenapa, bicaralah, jangan membuatku bingung sperti ini", Galih semakin bingung dengan istrinya.
Hasna meraih dan kemudian menggenggam erat tangan suami tercintanya itu, dengan berisak sembilu Hasna mengecup punggung tangan suaminya dan mulai menuturkan,
"entah.. aku harus bersikap bagaimana, entah aku harus berucap syukur atau bagaimana, semalam selepas aku memejamkan mataku, aku bermimpi melihatmu dengan perempuan lain berkunjung ke Baitulloh, memenuhi panggilan Alloh, menunaikan rukun-rukun haji bersama dengan perempuan itu.." Hasna menyeka airmatanya,
"lalu samar-samar kudengar suara 'ijinkan suamimu berangkat bersamanya' terus dan berulang, aku mengejar bayanganmu dan perempuan itu, tapi seperti halnya bayangan semakin ku kejar, semakin tak dapat aku menemukanmu. hatiku sakit Mas, kau tau itu, tapi aku bingung."
Galih nampak tidak percaya, kemudian ..
Hasna tersenyum tapi sedikit di paksakan, "aku gapapa Mas"
"jangan bohong Hasna" telusuk Galih kepada istrinya.
Hasna terdiam,
"Hasna.. " Galih semakin penasaran
Hasna menunduk, pelan Ia mulai terisak.
"Hasna, kamu kenapa, bicaralah, jangan membuatku bingung sperti ini", Galih semakin bingung dengan istrinya.
Hasna meraih dan kemudian menggenggam erat tangan suami tercintanya itu, dengan berisak sembilu Hasna mengecup punggung tangan suaminya dan mulai menuturkan,
"entah.. aku harus bersikap bagaimana, entah aku harus berucap syukur atau bagaimana, semalam selepas aku memejamkan mataku, aku bermimpi melihatmu dengan perempuan lain berkunjung ke Baitulloh, memenuhi panggilan Alloh, menunaikan rukun-rukun haji bersama dengan perempuan itu.." Hasna menyeka airmatanya,
"lalu samar-samar kudengar suara 'ijinkan suamimu berangkat bersamanya' terus dan berulang, aku mengejar bayanganmu dan perempuan itu, tapi seperti halnya bayangan semakin ku kejar, semakin tak dapat aku menemukanmu. hatiku sakit Mas, kau tau itu, tapi aku bingung."
Galih nampak tidak percaya, kemudian ..
***
....kemudian Hasna meneruskan tuturnya,
"Mas, apa kau menyayangiku?" di iringi tangis Hasna mencoba menguatkan diri.
"sayang, apa maksudmu? tanpa kau ta.."
"apa kau menyayangiku?"
Galih menghela nafas,
"teramat sangat menyayangimu"
Hasna tertunduk, bahunya semakin berguncang, Galih semakin tak kuasa melihat istri tercintanya menahan pilu, Galih mendekap istrinya itu dengan sangat erat, tanpa ingin ia lepaskan barang sedetik saja.
Hasna menyeka butir lembut di pipinya,
"Mas Galih, tentunya kau sangat tau seperti apa aku mencintai dan menyayangimu, mestinya kau juga tau apapun akan aku lakukan demi melihatmu bahagia, dan tentunya akupun tau kebahagianmu ada dalam keluarga kita, tapi Mas, untuk kali ini saja, apa kau mau melakukan sesuatu untukku ?"
mencoba tegar Hasna bertutur lembut kepada suaminya, sementara Galih, hanya diam dan semakin memperat rengkuhannya,
"Mas.." lirih Hasna
Galih menarik nafas berat, kemudian perlahan melepaskan pelukannya, lalu memegangi pipi istrinya dan menatap dalam kedua matanya,
"Hasna, istriku, ucapmu sangat benar, kamu bahagiaku, keluarga kita adalah kebahagianku, tidak ada yg lebih mmbuatku bahagia kecuali senyummu dan keluarga kita, kaupun tau apapun maumu selagi aku mampu akan aku penuhi. kau pula tau aku tak mampu melihatmu menangis seperti ini, sekarang apa maumu Hasna, aku akan turuti."
Galih menatap lekat mata istrinya, sedangkan Hasna, semakin tak mampu membendung luapan tangisnya, Hasna memeluk suaminya dengan sembilu yang seolah mengiris bathin,
"Mas,aku sangat menyayangimu.."
Galih semakin bingung, kemudian mengecup kepala istrinya,
"sayang, tenanglah, aku suamimu selalu bersamamu,"
kemudian dengan mantap Hasna mengatakan,
"aku mau kau berangkat ke Tanah Suci dengan perempuan yang ada di mimpiku"
"apaa?" Galih melepaskan pelukan kemudian menatap Hasna.
"itu tidak mungkin Hasna, dari dulu impianku bisa berkunjung ke Rumah Alloh hanya denganmu, bukan orang lain"
"aku mengerti Mas, tapi aku belum ditakdirkan untuk bisa pergi ke Baitulloh, Alloh belum mengijinkan Mas, aku percaya mimpi itu merupakan petunjuk dari Alloh sekaligus teguran untukku, untuk bisa lebih mendekatkan diri kepadaNya sebelum aku di ijinkan untuk bisa bertatap muka dengan Ka'bah"
"apa maksutmu Hasna, mimpimu itu hanya bunga tidur, Alloh Maha Tau maksud hambaNya, kau hanya kecapean, hanya butuh beristirahat, tidak Hasna, apapun yg terjadi aku tetap pergi ke Baitulloh, bersamamu."
"Mas, kau sudah berjanji akan menuruti keinginanku, kau pasti sanggup mas, kau bahkan mampu untuk itu,"
"kau ini bicara apa Hasna, kau bilang aku harus berangkat ke Tanah Suci dengan perempuan yang siapa dia saja aku tak tau, dan kau memintaku untuk menunaikan ibadah haji bersamanya sedangkan kau istriku sendiri malah aku tinggal, permintaan macam apa ini sayang?" emosi Galih semakin memuncak.
"kau kenal dia Mas, kau sangat paham siapa dia, dia...."
tutur Hasna tertahan seolah lidahnya tak mampu untuk berucap,
"diaa.."
"Mas, apa kau menyayangiku?" di iringi tangis Hasna mencoba menguatkan diri.
"sayang, apa maksudmu? tanpa kau ta.."
"apa kau menyayangiku?"
Galih menghela nafas,
"teramat sangat menyayangimu"
Hasna tertunduk, bahunya semakin berguncang, Galih semakin tak kuasa melihat istri tercintanya menahan pilu, Galih mendekap istrinya itu dengan sangat erat, tanpa ingin ia lepaskan barang sedetik saja.
Hasna menyeka butir lembut di pipinya,
"Mas Galih, tentunya kau sangat tau seperti apa aku mencintai dan menyayangimu, mestinya kau juga tau apapun akan aku lakukan demi melihatmu bahagia, dan tentunya akupun tau kebahagianmu ada dalam keluarga kita, tapi Mas, untuk kali ini saja, apa kau mau melakukan sesuatu untukku ?"
mencoba tegar Hasna bertutur lembut kepada suaminya, sementara Galih, hanya diam dan semakin memperat rengkuhannya,
"Mas.." lirih Hasna
Galih menarik nafas berat, kemudian perlahan melepaskan pelukannya, lalu memegangi pipi istrinya dan menatap dalam kedua matanya,
"Hasna, istriku, ucapmu sangat benar, kamu bahagiaku, keluarga kita adalah kebahagianku, tidak ada yg lebih mmbuatku bahagia kecuali senyummu dan keluarga kita, kaupun tau apapun maumu selagi aku mampu akan aku penuhi. kau pula tau aku tak mampu melihatmu menangis seperti ini, sekarang apa maumu Hasna, aku akan turuti."
Galih menatap lekat mata istrinya, sedangkan Hasna, semakin tak mampu membendung luapan tangisnya, Hasna memeluk suaminya dengan sembilu yang seolah mengiris bathin,
"Mas,aku sangat menyayangimu.."
Galih semakin bingung, kemudian mengecup kepala istrinya,
"sayang, tenanglah, aku suamimu selalu bersamamu,"
kemudian dengan mantap Hasna mengatakan,
"aku mau kau berangkat ke Tanah Suci dengan perempuan yang ada di mimpiku"
"apaa?" Galih melepaskan pelukan kemudian menatap Hasna.
"itu tidak mungkin Hasna, dari dulu impianku bisa berkunjung ke Rumah Alloh hanya denganmu, bukan orang lain"
"aku mengerti Mas, tapi aku belum ditakdirkan untuk bisa pergi ke Baitulloh, Alloh belum mengijinkan Mas, aku percaya mimpi itu merupakan petunjuk dari Alloh sekaligus teguran untukku, untuk bisa lebih mendekatkan diri kepadaNya sebelum aku di ijinkan untuk bisa bertatap muka dengan Ka'bah"
"apa maksutmu Hasna, mimpimu itu hanya bunga tidur, Alloh Maha Tau maksud hambaNya, kau hanya kecapean, hanya butuh beristirahat, tidak Hasna, apapun yg terjadi aku tetap pergi ke Baitulloh, bersamamu."
"Mas, kau sudah berjanji akan menuruti keinginanku, kau pasti sanggup mas, kau bahkan mampu untuk itu,"
"kau ini bicara apa Hasna, kau bilang aku harus berangkat ke Tanah Suci dengan perempuan yang siapa dia saja aku tak tau, dan kau memintaku untuk menunaikan ibadah haji bersamanya sedangkan kau istriku sendiri malah aku tinggal, permintaan macam apa ini sayang?" emosi Galih semakin memuncak.
"kau kenal dia Mas, kau sangat paham siapa dia, dia...."
tutur Hasna tertahan seolah lidahnya tak mampu untuk berucap,
"diaa.."
***
...Hasna memperlambat tuturnya,
"dia siapa Hasna?" Galih tak sabar menunggu jawaban Hasna.
"Alloh.. bismillah.." lirih Hasna berucap di ujung bibirnya.
"dia Naima Mas, mantan kekasihmu dulu"
"apa?" ucap Galih lirih hampir tak terdengar. tak berdaya, remuk, semua menjadi kalang kabut di hadapannya. Istrinya sendiri memintanya untuk menjalankan ibadah haji bersama dengan mantan kekasihnya dulu, apa yang ia rasakan sekarang, bukan sakit, bukan kecewa, bukan terluka, tapi lebih dari itu. Di rengkuhnya tubuh istrinya itu, di peluknya erat seolah ia tak mampu membayangkan dan merasakan perasaannya dan perasaan istrinya tersebut.
"Hasna istriku..."
Galih mempererat rengkuhannya, sementara Hasna, terus terisak di pelukan Galih.
detik kemudian berganti menjadi menit, seperempat jam berlalu dengan kecamuk di benak Galih dan Hasna.
"astaghfirulloh.." ucap Hasna bercampur dengan isak tangisnya.
Galih mengecup kepala istrinya, lama.
"dia siapa Hasna?" Galih tak sabar menunggu jawaban Hasna.
"Alloh.. bismillah.." lirih Hasna berucap di ujung bibirnya.
"dia Naima Mas, mantan kekasihmu dulu"
"apa?" ucap Galih lirih hampir tak terdengar. tak berdaya, remuk, semua menjadi kalang kabut di hadapannya. Istrinya sendiri memintanya untuk menjalankan ibadah haji bersama dengan mantan kekasihnya dulu, apa yang ia rasakan sekarang, bukan sakit, bukan kecewa, bukan terluka, tapi lebih dari itu. Di rengkuhnya tubuh istrinya itu, di peluknya erat seolah ia tak mampu membayangkan dan merasakan perasaannya dan perasaan istrinya tersebut.
"Hasna istriku..."
Galih mempererat rengkuhannya, sementara Hasna, terus terisak di pelukan Galih.
detik kemudian berganti menjadi menit, seperempat jam berlalu dengan kecamuk di benak Galih dan Hasna.
"astaghfirulloh.." ucap Hasna bercampur dengan isak tangisnya.
Galih mengecup kepala istrinya, lama.
~
"Mas.."
Hasna membuka pembicaraan.
"iya."
"apakah kau sud..dah.."
"jawabanku tetap sama Hasna, aku berangkat bersamamu"
"tapi Mas, ini bukan sekedar permintaanku saja, tapi ini petunjuk Alloh melalui mimpiku,"
"petunjuk apa yang kau maksud Hasna? petunjuk agar aku tega meninggalkanmu sendirian dan berangkat haji bersama perempuan yg kehadirannyapun tak pernah aku inginkan?"
"istighfar Mas, kau tak pernah mengajariku untuk suudhon, apalagi kepadaNya"
"astaghfirullohh..." Galih mengusap wajahnya lalu mnghela nafas berat.
"Hasna, kau bidadariku, di dunia dan juga kelak di kampung surga. aku selalu brdoa agar kelak dapat mengunjungi Rumah Alloh bersama bidadariNya, aku selalu brdoa di setiap tengadahku agar dapat memohon ampunan di hadapan Baitulloh bersama makmumku, lalu apa yang salah dalam doaku Hasna, katakanlah..." Galih tertunduk.
Hasna menarik nafas kemudian beristighfar,
"aku mengamini setiap doa sejengkal di belakangmu Mas, aku tertunduk mengharap ijabah dalam setiap tengadahmu, dan doakupun sama denganmu, ingin menjadi satu-satunya makmum yang kelak di pertemukan denganmu oleh Alloh di surgaNya. Tapi Mas, ini permintaanku atas petunjuk Alloh, hanya ini."
"iya."
"apakah kau sud..dah.."
"jawabanku tetap sama Hasna, aku berangkat bersamamu"
"tapi Mas, ini bukan sekedar permintaanku saja, tapi ini petunjuk Alloh melalui mimpiku,"
"petunjuk apa yang kau maksud Hasna? petunjuk agar aku tega meninggalkanmu sendirian dan berangkat haji bersama perempuan yg kehadirannyapun tak pernah aku inginkan?"
"istighfar Mas, kau tak pernah mengajariku untuk suudhon, apalagi kepadaNya"
"astaghfirullohh..." Galih mengusap wajahnya lalu mnghela nafas berat.
"Hasna, kau bidadariku, di dunia dan juga kelak di kampung surga. aku selalu brdoa agar kelak dapat mengunjungi Rumah Alloh bersama bidadariNya, aku selalu brdoa di setiap tengadahku agar dapat memohon ampunan di hadapan Baitulloh bersama makmumku, lalu apa yang salah dalam doaku Hasna, katakanlah..." Galih tertunduk.
Hasna menarik nafas kemudian beristighfar,
"aku mengamini setiap doa sejengkal di belakangmu Mas, aku tertunduk mengharap ijabah dalam setiap tengadahmu, dan doakupun sama denganmu, ingin menjadi satu-satunya makmum yang kelak di pertemukan denganmu oleh Alloh di surgaNya. Tapi Mas, ini permintaanku atas petunjuk Alloh, hanya ini."
~
Hari pemberangkatanpun tiba, Hasna tersenyum pilu, Galih menggandeng erat tangan istrinya, di salaminya keluarga satupersatu, berpamitan dan meminta doa restu.
Seperempat jam kemudian Galih dan Hasna beserta keluarga memasuki mobil yang akan mengantarkan mereka ke asrama haji.
Selama perjalanan menuju asrama, genggaman Galih tak mau lepas dari tangan istrinya.
"Hasna..."
Hari pemberangkatanpun tiba, Hasna tersenyum pilu, Galih menggandeng erat tangan istrinya, di salaminya keluarga satupersatu, berpamitan dan meminta doa restu.
Seperempat jam kemudian Galih dan Hasna beserta keluarga memasuki mobil yang akan mengantarkan mereka ke asrama haji.
Selama perjalanan menuju asrama, genggaman Galih tak mau lepas dari tangan istrinya.
"Hasna..."
***
Sepulangnya dari asrama haji, Hasna istirahat di selasar rumah, sembari
memandangi anaknya dengan kedua anak Naima bermain di halaman.
Fandi, anak sulung Naima berlari ke arahnya,
"tante, aku laper.." ucap anak 9 tahun tersebut.
Hasna mengelus rambut Fandi dengan sedikit mensejajarkan posisinya,
"Fandi mau makan? ayo tante temenin, dik Feni mau maem juga nggak? gih tanyain .."
"nggak Tante, Feni nya belum laper."
"yaudah ayo maem sama Tante," Hasna tersenyum penuh kasih.
~
Hasna menunggui Fandi makan di meja makan, sangat lahap, Hasna tersenyum sembari mengelus kepala Fandi.
"Tante, terimakasih ya..", ucap Fandi di sela kunyahannya.
"terimakasih untuk apa sayang ?"
"terimakasih karna sudah nemenin Fandi makan, kalau sama Umi Fandi nggak pernah di giniin, malah sering di marahi kalau Fandi minta temenin makan.. kata Umi, Fandi harus mandiri, nggak boleh manja", tutur Fandi polos.
Hasna terdiam mendengar penuturan Fandi, kemudian tersenyum menenangkan diri,
"ah, mungkin Umi nggak mau kalau Fandi nantinya jadi manja, kan Umi sibuk, nggak bisa kalau harus nemenin Fandi makan setiap harinya, sudaahh .. gak boleh berburuk sangka sama Umi, Umi cuma kawatir kalau Fandi besar nanti, Fandi masih tetap bergantung sama orang lain, oke pinter?"
Fandi hanya tersenyum dan mengangguk.
~
setiap hari aktifitas Hasna adalah mengurusi ketiga anak, dari mulai membangunkan, menemani mereka mandi, sarapan, berangkat sekolah, menjemput ke sekolah, sampai menunggui mereka terlelap dalam tidur. seperti itu , berulang, selama satu bulan.
saat Hasna menemani mereka sarapan pagi, Fandi nangis minta di belikan kerupuk, karna Fandi tidak bisa makan kalau tidak ada kerupuk.
"anak ini seprti Mas Galih saja kalau makan harus ada kerupuk."
~
sebulan berlalu, hari kepulangan Galih,Naima juga jamaah haji yang lainnya pun tiba.
Hasna beserta keluarga menjemput Galih dan Naima di tempat yang sudah di tentukan. Selang beberapa menit setelah Hasna dan keluarga sampai di tempat penjemputan, Galih dan Naima tiba,
"ahlan wasahlan bihudzurikum Mas.. alhamdulillah ahirnya Mas dan Naima sampai dengan selamat" senyum Hasna sembari mecium punggung tangan suaminya.
Galih trsenyum, sangat bahagia karna risalah kerinduannya kepada Hasna telah tersampaikan, sambil memeluk Hasna Galih berucap,
"alhamdulillah sayang, rinduku terobati untuk cepat melihat senyummu" kemudian Galih tersenyum dan gayungpun bersambut, senyum Hasna menyungging untuk suami tercinta.
"assalamualaikum Mbak,"salam Naima kemudian mengecup tangan Hasna dan memeluknya.
"waalaikum salam Naima, bagaimana keadaanmu? sehat?"
"sehat Mbak alhamdulillah", senyum Naima juga menyungging.
sementara Galih melihat keakraban diantara Naima dan istrinya, entah mengapa Ia malah merasakan sakit, Galihpun memilih membuang muka dan memejamkan matanya.
~
"Umi, boleh nggak aku tinggal lebih lama dengan Tante Hasna?"
pinta Fandi, ketika sesampainya mereka di rumah.
"lhoh? jangan Fandi, kamu pulang sama Umi sama dik Feni, kamu nggak boleh nginep di sini, kalau mau main nggakpapa, nanti Tante Hasnanya repot kalau kamu nginep terus di sini,"
jawab Naima. Fandi tertunduk sedih.
Hasna berjongkok sejajar dengan Fandi, lalu membelai rambut halusnya,
"Fandi sayang, kamu boleh kok nginep di sini sesuka yang kamu mau, Tante seneng malah, beneran deh.. nanti Tante minta ijin sama Umi, yaa ?", Hasna mengerlingkan senyuman.
"tapi Mbak.." Naima menimpali.
"sudaahh, tidak apa.. lagian Agam pasti seneng kalau Fandi tinggal di sini, dia jadi ada temen", jelas Hasna.
"boleh ya Umi.. yaa ? ", rengek Fandi memohon.
~
2 minggu selama Fandi tinggal bersama Hasna dan keluarganya, Naima menjadi sering menengok anak sulungnya, yang kemudian menjadi penyebab amarah Galih.
"aku tidak suka kalau Naima sering kesini dengan alasan ingin menjenguk Fandi", ucap Galih tegas.
"Mas, Fandi itu anaknya, pantas saja kan kalau Naima ingin menemui Fandi", sergah Hasna.
"tapi aku tetap tidak suka kalau dia terus terusan kesini, dan Fandi yg di jadikan alasan"
"lalu menurutmu, Naima kesini mau apa lagi kalau tidak untuk menemui anaknya?"
Galih kikuk,
"sudahlah Hasna, pokonya aku tidak suka dia kesini terus menerus"
Hasna menghela nafas,
"Mas jawab aku, sebab apa kau sangat membenci Naima?"
"aku malas membahas perkara ini" jawab Galih sembari memalingkan wajah.
"jawab aku Mas!"
"Hasna, aku sudah tak mau membahas hal tak penting ini lagi,"
"kalau tak penting kenapa kau masih saja terbawa perasaan dengan Naima? harusnya kau tanggung jawab dengan ucapanmu Mas"
emosi Galih mulai memuncak,
"arghhh.. kau tak kan pernah paham Hasna.."
"heh? lelucon macam apa ini, aku istrimu Mas, kita sudah 8 tahun hidup bersama, tapi kau mengatakan, aku tak kan pernah paham denganmu? lalu apa gunaku selama 8 tahun ini?" Hasna tersenyum hambar "heh.. sangat lucu..".
Galih hanya terdiam, seperti merenung, kedua tangannya menutupi separuh wajahnya, hening.
Fandi, anak sulung Naima berlari ke arahnya,
"tante, aku laper.." ucap anak 9 tahun tersebut.
Hasna mengelus rambut Fandi dengan sedikit mensejajarkan posisinya,
"Fandi mau makan? ayo tante temenin, dik Feni mau maem juga nggak? gih tanyain .."
"nggak Tante, Feni nya belum laper."
"yaudah ayo maem sama Tante," Hasna tersenyum penuh kasih.
~
Hasna menunggui Fandi makan di meja makan, sangat lahap, Hasna tersenyum sembari mengelus kepala Fandi.
"Tante, terimakasih ya..", ucap Fandi di sela kunyahannya.
"terimakasih untuk apa sayang ?"
"terimakasih karna sudah nemenin Fandi makan, kalau sama Umi Fandi nggak pernah di giniin, malah sering di marahi kalau Fandi minta temenin makan.. kata Umi, Fandi harus mandiri, nggak boleh manja", tutur Fandi polos.
Hasna terdiam mendengar penuturan Fandi, kemudian tersenyum menenangkan diri,
"ah, mungkin Umi nggak mau kalau Fandi nantinya jadi manja, kan Umi sibuk, nggak bisa kalau harus nemenin Fandi makan setiap harinya, sudaahh .. gak boleh berburuk sangka sama Umi, Umi cuma kawatir kalau Fandi besar nanti, Fandi masih tetap bergantung sama orang lain, oke pinter?"
Fandi hanya tersenyum dan mengangguk.
~
setiap hari aktifitas Hasna adalah mengurusi ketiga anak, dari mulai membangunkan, menemani mereka mandi, sarapan, berangkat sekolah, menjemput ke sekolah, sampai menunggui mereka terlelap dalam tidur. seperti itu , berulang, selama satu bulan.
saat Hasna menemani mereka sarapan pagi, Fandi nangis minta di belikan kerupuk, karna Fandi tidak bisa makan kalau tidak ada kerupuk.
"anak ini seprti Mas Galih saja kalau makan harus ada kerupuk."
~
sebulan berlalu, hari kepulangan Galih,Naima juga jamaah haji yang lainnya pun tiba.
Hasna beserta keluarga menjemput Galih dan Naima di tempat yang sudah di tentukan. Selang beberapa menit setelah Hasna dan keluarga sampai di tempat penjemputan, Galih dan Naima tiba,
"ahlan wasahlan bihudzurikum Mas.. alhamdulillah ahirnya Mas dan Naima sampai dengan selamat" senyum Hasna sembari mecium punggung tangan suaminya.
Galih trsenyum, sangat bahagia karna risalah kerinduannya kepada Hasna telah tersampaikan, sambil memeluk Hasna Galih berucap,
"alhamdulillah sayang, rinduku terobati untuk cepat melihat senyummu" kemudian Galih tersenyum dan gayungpun bersambut, senyum Hasna menyungging untuk suami tercinta.
"assalamualaikum Mbak,"salam Naima kemudian mengecup tangan Hasna dan memeluknya.
"waalaikum salam Naima, bagaimana keadaanmu? sehat?"
"sehat Mbak alhamdulillah", senyum Naima juga menyungging.
sementara Galih melihat keakraban diantara Naima dan istrinya, entah mengapa Ia malah merasakan sakit, Galihpun memilih membuang muka dan memejamkan matanya.
~
"Umi, boleh nggak aku tinggal lebih lama dengan Tante Hasna?"
pinta Fandi, ketika sesampainya mereka di rumah.
"lhoh? jangan Fandi, kamu pulang sama Umi sama dik Feni, kamu nggak boleh nginep di sini, kalau mau main nggakpapa, nanti Tante Hasnanya repot kalau kamu nginep terus di sini,"
jawab Naima. Fandi tertunduk sedih.
Hasna berjongkok sejajar dengan Fandi, lalu membelai rambut halusnya,
"Fandi sayang, kamu boleh kok nginep di sini sesuka yang kamu mau, Tante seneng malah, beneran deh.. nanti Tante minta ijin sama Umi, yaa ?", Hasna mengerlingkan senyuman.
"tapi Mbak.." Naima menimpali.
"sudaahh, tidak apa.. lagian Agam pasti seneng kalau Fandi tinggal di sini, dia jadi ada temen", jelas Hasna.
"boleh ya Umi.. yaa ? ", rengek Fandi memohon.
~
2 minggu selama Fandi tinggal bersama Hasna dan keluarganya, Naima menjadi sering menengok anak sulungnya, yang kemudian menjadi penyebab amarah Galih.
"aku tidak suka kalau Naima sering kesini dengan alasan ingin menjenguk Fandi", ucap Galih tegas.
"Mas, Fandi itu anaknya, pantas saja kan kalau Naima ingin menemui Fandi", sergah Hasna.
"tapi aku tetap tidak suka kalau dia terus terusan kesini, dan Fandi yg di jadikan alasan"
"lalu menurutmu, Naima kesini mau apa lagi kalau tidak untuk menemui anaknya?"
Galih kikuk,
"sudahlah Hasna, pokonya aku tidak suka dia kesini terus menerus"
Hasna menghela nafas,
"Mas jawab aku, sebab apa kau sangat membenci Naima?"
"aku malas membahas perkara ini" jawab Galih sembari memalingkan wajah.
"jawab aku Mas!"
"Hasna, aku sudah tak mau membahas hal tak penting ini lagi,"
"kalau tak penting kenapa kau masih saja terbawa perasaan dengan Naima? harusnya kau tanggung jawab dengan ucapanmu Mas"
emosi Galih mulai memuncak,
"arghhh.. kau tak kan pernah paham Hasna.."
"heh? lelucon macam apa ini, aku istrimu Mas, kita sudah 8 tahun hidup bersama, tapi kau mengatakan, aku tak kan pernah paham denganmu? lalu apa gunaku selama 8 tahun ini?" Hasna tersenyum hambar "heh.. sangat lucu..".
Galih hanya terdiam, seperti merenung, kedua tangannya menutupi separuh wajahnya, hening.
"Hasna.."
panggil Galih, tetapi Hasna hanya diam memandang keluar jendela.
"apakah kau yakin ingin mengetahui sebabnya?", tutur Galih kembali. Hasna masih diam, menunggu kalimat Galih selanjutnya,
"sebenarnya..." ucap Galih tertahan, kemudian kembali hening, dan,
"sebenarnya aku .."
panggil Galih, tetapi Hasna hanya diam memandang keluar jendela.
"apakah kau yakin ingin mengetahui sebabnya?", tutur Galih kembali. Hasna masih diam, menunggu kalimat Galih selanjutnya,
"sebenarnya..." ucap Galih tertahan, kemudian kembali hening, dan,
"sebenarnya aku .."
~
***
...."astaghfirulloh.." seketika tangis Hasna
pecah. Langit seakan mau runtuh, awan putih tiba-tiba berubah warna, tiadapun
hujan tapi guntur serasa menggelegar, kilatnya menyambar membelah ulu hati bak
sembilu yg berkarat. Entah ....
~
~
tumpuanku
akhirnya tersedu,
seperti jari menari elok di ranting sendu
diksi noda tak laku dalam terlaku,
karena kelam.. bercokol sebab rindu.
oh pujaan ..
kenapa dan apa aku memuja
kaupun tau ku tak mampu tuk jenaka
bahkan cadarku, berhelai smpai ke ruas roda
oh pujaan ..
sampaikah aku dalam ironi lagu ?
irama klasik dengan sajaknya yang syahdu ..
pun aku ,
bimbang lagi meng-enyah rindu.
~
seperti jari menari elok di ranting sendu
diksi noda tak laku dalam terlaku,
karena kelam.. bercokol sebab rindu.
oh pujaan ..
kenapa dan apa aku memuja
kaupun tau ku tak mampu tuk jenaka
bahkan cadarku, berhelai smpai ke ruas roda
oh pujaan ..
sampaikah aku dalam ironi lagu ?
irama klasik dengan sajaknya yang syahdu ..
pun aku ,
bimbang lagi meng-enyah rindu.
~
"Naima.. maafkan saya..", beriring tangis Hasna
memeluk Naima.
"Mbak Hasna kenapa?"
Hasna sesenggukan dalam rengkuhan Naima.
"Mbak, Mbak kenapa?"
"saya telah berdosa dengan kamu, tolong maafkan saya Naima.."
"dosa? dosa apa Mbak?"
"saya sudah merebut hakmu, Naima.. maafkan sa..ya.." Hasna semakin terguncang.
"Mbak Hasna.. " tangis Naima pecah, semakin di rengkuhnya erat tubuh Hasna.
"Mbak Hasna kenapa?"
Hasna sesenggukan dalam rengkuhan Naima.
"Mbak, Mbak kenapa?"
"saya telah berdosa dengan kamu, tolong maafkan saya Naima.."
"dosa? dosa apa Mbak?"
"saya sudah merebut hakmu, Naima.. maafkan sa..ya.." Hasna semakin terguncang.
"Mbak Hasna.. " tangis Naima pecah, semakin di rengkuhnya erat tubuh Hasna.
***
"sudahlah Mas, aku sudah bicara dengan
Naima, cepat atau lambat kau akan menikahinya." bergetar Hasna menuturkan
keinginannya.
"kau ini apa-apaan Hasna ! aku tak pernah mengajarimu lancang sperti ini."
"kau juga yang mengajariku agar tak suka merebut hak orang lain Mas" airmata lekas bercucuran dari sudut mata Hasna.
"arrhhh..", emosi Galih memuncak.
"sudahlah Hasna, cukup aku bahagia denganmu. tanpa kehadiran oranglain, lantas kau menyuruhku berpoligami."
"kau..." tangis Hasna memekik ke seantero jagad, membilik dalam benak bertuan, dan.. berlayar perahu di daratan nun retak.
"kau ini apa-apaan Hasna ! aku tak pernah mengajarimu lancang sperti ini."
"kau juga yang mengajariku agar tak suka merebut hak orang lain Mas" airmata lekas bercucuran dari sudut mata Hasna.
"arrhhh..", emosi Galih memuncak.
"sudahlah Hasna, cukup aku bahagia denganmu. tanpa kehadiran oranglain, lantas kau menyuruhku berpoligami."
"kau..." tangis Hasna memekik ke seantero jagad, membilik dalam benak bertuan, dan.. berlayar perahu di daratan nun retak.
( Oleh : Arina Haq )